28 November 2008

PERSYARATAN HYGIENE SANITASI TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN (TPM)


I. PENDAHULUAN
Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang disediakan di luar rumah, maka produk-produk makanan yang disediakan oleh perusahaan atau perorangan yang bergerak dalam usaha penyediaan makanan untuk kepentingan umum, haruslah terjamin kesehatan dan keselamatannya. Hal ini hanya dapat terwujud bila ditunjang dengan keadaan hygiene dan sanitasi Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang baik dan dipelihara secara bersama oleh pengusaha dan masyarakat.
TPM yang dimaksud meliputi rumah makan dan restoran, jasaboga atau catering, industri makanan, kantin, warung dan makanan jajanan dan sebagainya.
Sebagai salah satu jenis tempat pelayanan umum yang mengolah dan menyediakan makanan bagi masyarakat banyak, maka TPM memiliki potensi yang cukup besar untuk menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit bahkan keracunan akibat dari makanan yang dihasilkannya. Dengan demikian kualitas makanan yang dihasilkan, disajikan dan dijual oleh TPM harus memenuhi syarat-syarat kesehatan. Salah satu syarat kesehatan TPM yang penting dan mempengaruhi kualitas hygiene sanitasi makanan tersebut adalah faktor lokasi dan bangunan TPM. Lokasi dan bangunan yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan memudahkan terjadinya kontaminasi makanan oleh mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus dan parasit serta bahan-bahan kimia yang dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan.
II. TUJUAN
Tujuan modul ini adalah agar peserta mengetahui persyaratan sanitasi TPM dan mampu menerapkan praktek persyaratan dan teknik pembersihan/pemeliharaan ruangan di TPM agar terhindar dari resiko pencemaran.
III. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup meliputi persyaratan lokasi dan bangunan yang meliputi halaman, konstruksi, tata ruang, lantai, dinding, atap dan langit-langit, pintu & jendela, ventilasi, pencahayaan, ruangan pengolahan, tempat cuci alat dan bahan makanan, tempat cuci tangan, air bersih, jamban & peturasan, kamar mandi, tempat sampah, locker dan cara pembersihan dan pemeliharaanya.
IV. RINCIAN PERSYARATAN
1. Lokasi
Lokasi TPM harus jauh dan terhindar dari pencemaran yang diakibatkan antara lain oleh bahan pencemar seperti banjir, udara (debu, asap, serbuk, bau), bahan padat (sampah, serangga, tikus) dan sebagainya.
Bangunan harus dibuat dengan cara yang terlindung dari sumber pencemar seperti tempat pembuangan sampah umum, WC umum, pengolahan limbah dan sumber pencemar lainnya yang diduga dapat mencemari hasil produksi makanan. Pengertian jauh dari sumber pencemaran adalah sangat relatif tergantung kepada arah pencemaran yang mungkin terjadi seperti arah angin dan aliran air. Secara pasti ditentukan jarak minimal adalah 500 meter, sebagai batas kemampuan terbang lalat rumah atau mempunyai dinding pemisah yang sempurna walaupun jaraknya berdekatan.
2. Konstruksi
Secara umum konstruksi dan rancang bangun harus aman dan memenuhi peraturan perundang-undangan tentang Keselamatan dan Keamanan yang berlaku, seperti memenuhi undang-undang gangguan (Hinder Ordoonantie) dan sesuai dengan peruntukan wilayahnya (Rancangan Umum Tata Ruang), Pedoman Konstruksi Bangunan Umum, Pedoman Plumbing Indonesia dan lain-lain.
Konstruksi bangunan TPM harus kuat, aman dan terpelihara sehingga mencegah terjadinya kecelakaan dan pencemaran. Konstruksi tidak boleh retak, lapuk, tidak utuh, kumuh atau mudah terjadi kebakaran. Selain kuat konstruksi juga harus selalu dalam keadaan bersih secara fisik dan bebas dari barang-barang sisa atau bekas yang ditempatkan secara tidak teratur.
3. Halaman
Halaman TPM diberi papan nama perusahaan yang mencantumkan nomor pendaftaran/Laik hygiene sanitasi makanan di tempat yang mudah dilihat.
Halaman harus selalu kering dan terpelihara kebersihannya, tidak banyak serangga (lalat, kecoa) dan tikus serta tersedia tempat sampah yang memenuhi syarat kesehatan, serta tidak terdapat tumpukan barang-barang yang tidak teratur sehingga dapat menjadi tempat berkembang biaknya serangga dan tikus.
Saluran pembuangan air kotor di halaman (yang berasal dari dapur dan kamar mandi) harus tertutup dan tidak menjadi tempat jalan masuknya tikus ke dalam bangunan TPM. Oleh sebab itu pada setiap lubang/saluran yang berhubungan dengan bagian dalam bangunan harus dilengkapi dengan jeruji (screen) yang ukurannya tidak bisa dilalui oleh tikus.
Pembuangan air hujan harus lancar sehingga tidak menimbulkan genangan-genangan air di permukaan tanah.
4. Tata ruang
Pembagian ruang untuk restoran dan rumah makan minimal terdiri dari dapur, gudang, ruang makan, toilet, ruang karyawan dan ruang adminsitrasi. Setiap ruangan mempunyai batas dinding untuk memisahkan ruangan yang satu dengan lainnya dan dihubungkan dengan pintu.
Ruangan harus ditata dengan baik sesuai dengan fungsinya, sehingga memudahkan arus tamu, arus karyawan, arus bahan makanan dan makanan jadi serta barang-barang lainnya yang dapat mencemari makanan. Dan yang paling penting adalah ruang dan barang-barang di tata sedemikian rupa agar mudah dibersihkan setiap hari.
Khusus ruang pengolahan makanan (dapur/jasaboga) harus diatur proses pengolahan makanan seperti ban berjalan (berurutan yang teratur).
5. Lantai
Lantai dibuat sedemikian rupa sehingga selalu bersih, kering, tidak mudah rusak, tidak lembab, tidak ada retakan atau celah tidak licin dan tahan terhadap pembersihan yang berulang-ulang. Dibuat miring ke arah tertentu dengan kelandaian yang cukup (1-2%) sehingga tidak terjadi genangan air, serta mudah untuk dibersihkan. Untuk itu bahannya harus kuat, rata, kedap air dan dipasang dengan rapi.
Pertemuan antara lantai dengan dinding sebaiknya dibuat conus (tidak membuat sudut mati) dengan tujuan agar sisa-sisa kotoran mudah dibersihkan dan tidak tertinggal/ menumpuk di sudut-sudut lantai.

6. Dinding
Permukaan dinding harus rata dan halus, berwarna terang dan tidak lembab dan mudah dibersihkan. Untuk itu dibuat dari bahan yang kuat, kering, tidak menyerap air, dipasang rata tanpa celah/retak. Dinding dapat dilapisi plesteran atau porselen agar tidak mudah ditumbuhi oleh jamur atau kapang. Keadaan dinding harus dipelihara agar tetap utuh, bersih dan tidak terdapat debu, lawa-lawa atau kotoran lain yang berpotensi menyebabkan pencemaran pada makanan.
Permukaan dinding yang sering terkena percikan air misalnya di tempat pencucian dan tempat peracikan dipasang porselin atau logam anti karat setinggi 2 (dua) meter dari lantai. Tinggi 2 meter sebagai batas jangkauan tangan dalam posisi berdiri, sehingga bilamana dinding pada jangkauan tersebut dipasang porselin, dapat mudah dibersihkan.
7. Atap dan langit-langit
Atap dan langit-langit berfungsi sebagai penahan jatuhnya debu dan kotoran lain, sehingga tidak mengotori makanan yang sedang diolah. Atap tidak boleh bocor, cukup landai dan tidak menjadi sarang serangga dan tikus.
Langit-langit harus terpelihara dan selalu dalam keadaan bersih, bebas dari retakan dan lubang-lubang dan tidak menjadi sarang serangga dan tikus.
Tinggi langit-langit minimal adalah 2,4 meter di atas lantai, makin tinggi langit-langit, makin baik persyaratannya, karena jumlah oksigen ruangan semakin banyak.
8. Pintu dan jendela
Pintu di ruangan memasak harus dapat ditutup sendiri (self closing) dan membuka ke arah luar. Jendela, pintu dan lubang ventilasi dimana makanan diolah harus dilengkapi dengan kawat kassa yang dapat dibuka dan dipasang. Semua pintu dari ruang tempat pengolahan makanan dibuat menutup sendiri atau dilengkapi peralatan anti lalat, seperti kawat kasa, tirai plastik, pintu rangkap dan lain-lain. Setiap bagian bawah pintu sebaiknya dilapisi logam setinggi 36 cm, untuk mencegah masuknya tikus. Jarak pintu dengan lantai harus cukup rapat dan tidak lebih dari 5 mm.
Pintu dapur dibuat membuka kearah luar dengan maksud agar :
a. Mencegah masuknya lalat, karena pada saat pintu dibuka terjadi dorongan angin sehingga lalat menjauh dari pintu. Sebaliknya kalau pintu membuka ke dalam, pada saat pintu dibuka terjadi sedotan udara yang membantu menarik lalat masuk ke dalam ruangan.
b. Untuk memudahkan penyelamatan diri pada waktu keadaan darurat seperti kebakaran dan sebagainya. Pada waktu panik, pintu langsung terdorong membuka ke arah luar.
Pintu menutup sendiri dapat dibuat dengan :
1). konstruksi pintu biasa atau kassa yang dilengkapi alat penutup sendiri
2). Pintu biasa dilengkapi dengan tirai plastik yang dapat ditembus tetapi dapat juga menutup kembali. Gunanya adalah untuk mencegah lalat masuk ke ruangan.
9. Pencahayaan
Intensitas pencahayaan disetiap ruang kerja harus cukup terang untuk melakukan pekerjaan. Setiap ruangan kerja seperti gudang, dapur, tempat cuci peralatan dan tempat cuci tangan, internsitas pencahayaan sedikitnya 10 foot candle pada titik 90 cm dari lantai. Pencahayaan harus tidak menyilaukan dan tersebar merata, sehingga sedapat mungkin tidak menimbulkan bayangan. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara menempatkan beberapa lampu dalam satu ruangan.
Pencahayaan dapat diketahui dengan alat ukur lux meter (foot candle meter). Untuk perkiraan secara kasar dapat dilakukan sebagai berikut :
Lampu listrik 1 watt akan menghasilkan 1 candle cahaya sebagai sumber. Maka pada jarak 1 kaki, 1 watt menghasilkan 1 foot candle (jarak 1 kaki = 30 cm). 1 watt pada jarak 1 meter (= 3 kaki) menghasilkan cahaya lebih rendah yaitu ⅓ foot candle, 1 watt pada jarak 2 meter (= 6 kaki) menghasilkan ⅓ x ½ = 1/6 foot candle, dan 1 watt pada jarak 3 meter (= 9 kaki) menghasilkan ⅓ x ⅓ = 1/9 foot candle. Maka misalnya bila kita memiliki lampu 60 watt pada jarak 2 meter (= 6 kaki) akan menghasilkan 1/6 x 60 fc = 60/6 foot candle = 10 foot candle. Jadi syarat minimal pemakaian lampu listrik adalah 60 watt untuk menghasilkan 10 foot candle pada jarak 2 meter. Pertanyaanya berapa watt lampu dibutuhkan untuk menghasilkan 20 foot candle pada jarak 3 meter (100, 140 atau 180 watt. Jawabanya adalah 180 watt (3/1 x 3/1 x 20 = 180 watt).
Keterangan : 3 meter = 3 x 3 = 9 kaki. Jarak berbanding terbalik dengan kuat cahaya.
10. Ventilasi/Penghawaan
Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan ventilasi yang dapat menjaga keadaan nyaman. Suhu nyaman berkisar antara 28oC – 32oC. Sejauh mungkin ventilasi harus cukup untuk mencegah udara ruangan tidak terlalu panas, mencegah terjadinya kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit, dan membuang bau, asap dan pencemaran lain dari ruangan.
Ventilasi dapat diperoleh secara alamiah dengan membuat lubang penghawaan yang cukup. Lubang penghawaan bisa berupa lubang penghawaan tetap dan lubang penghawaan insidental (misalnya jendela yang bisa dibuka dan ditutup). Jumlah lubang penghawaan minimal 10% dari luas lantai. Aliran ventilasi yang dipersyaratkan adalah minimal 15 kali per menit.
Bila ventilasi alamiah tidak dapat memenuhi persyaratan maka bisa dibuat ventilasi buatan berupa ventilasi mekanis, misalnya kipas angin, exhauser fan, AC.
11. Ruangan Pengolahan Makanan
Luas ruangan dapur pengolahan makanan harus cukup untuk orang bekerja dengan mudah dan efisien, mencegah kemungkinan kontaminasi makanan dan memudahkan pembersihan. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban, peturasan dan kamar mandi, dan dibatasi dengan ruangan antara.
Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan sedikitnya 2 (dua) meter persegi untuk setiap orang pekerja. Contoh perhitungan praktis dilapangan. Bila luas ruangan dapur 4 x 3 M2 = 12 M2 dan jumlah pekerja di dapur 6 orang, secara teori tersedia ruangan 12/6 = 2 M2/orang. Keadaan ini belum memenuhi syarat, karena kalau dihitung dengan lantai untuk peralatan kerja di dapur, maka yang masih tersedia adalah 2–2 M2/or = 0 M2/or. Maka dengan luas dapur 12 M2, yang idealnya untuk pekerja adalah untuk 12/4 = 3 M2/or, sehingga cukup untuk orang bekerja 12/3 = 4 orang pekerja saja.
Dengan demikian berapa orang pekerja yang ideal untuk dapur seluas 4 x 5 m2? (10, 8 atau 6 orang). Jawabannya adalah 6 –7 orang
12. Fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan
Terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat dan mudah dibersihkan. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/deterjen. Bak pencucian peralatan sedikitnya terdiri dari 3 (tiga) bak pencuci yaitu untuk merendam (Hushing), menyabun (washing) dan membilas (rinsing).
Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak harus menggunakan larutan Kalium Permanganat (PK) 0,02% satu sendok teh dalam satu ember ukuran 10 liter atau disiram air mendidih (80oC) dalam beberapa detik atau menggunakan larutan zat kaporit 50 ppm. Satu sendok makan dalam ember ukuran 10 liter.
Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindung dari kemungkinan pencemaran oleh serangga, tikus dan hewan lainnya.
Pertanyaan, berapa sendok makan PK dalam air sebanyak satu ember ukuran 20 liter? (1, 2 atau 3 sendok) Jawabannya 1 sendok.
13. Tempat cuci tangan
Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dengan tempat cuci peralatan maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan air kran, saluran pembuangan tertutup, bak penampungan, sabun dan pengering.
Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan banyaknya karyawan, sebagai berikut:
1-10 orang : 1 buah, dengan tambahan 1 (satu) buah untuk setiap penambahan 10 orang atau kurang. Tempat cuci tangan diletakkan sedekat mungkin dengan pintu masuk, sehingga setiap orang yang masuk dapur pertama kali adalah mencuci tangan.
Pertanyaan : bila karyawanya ada 25 orang, berapa tempat cuci tangan yang harus ada? (1,2 atau 3) Jawabannya 2 buah.
14. Air bersih
Air bersih harus tersedia dengan cukup untuk seluruh kegiatan pengelolaan makanan. Kualitas air bersih harus memenuhi syarat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 416/Menkes/Per/IX/1990. Air bersih secara fisik adalah jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan bebas kuman penyakit. Untuk air biasa harus direbus terlebih dahulu sebelum digunakan.
15. Jamban dan peturasan
TPM harus mempunyai jamban dan peturasan yang memenuhi syarat kesehatan serta memenuhi pedoman plumbing Indonesia.
Jamban harus dibuat dengan leher angsa dan dilengkapi dengan air penyiraman dan untuk pembersih badan yang cukup serta tissue dan diberi tanda/tulisan pemberitahuan bahwa setiap pemakai harus mencuci tangan dengan sabun sesudah menggunakan jamban.
Jumlahnya harus memadai seperti table berikut :
Perbandingan Jumlah Karyawan dengan banyaknya Jamban yang harus tersedia
Jumlah Karyawan Jumlah Jamban
1 – 10 orang 1 buah
11 – 25 orang 2 buah
26 – 50 orang 3 buah
Setiap penambahan 25 orang Penambahan 1 buah
Perbandingan Jumlah Karyawan dengan banyaknya Peturasan yang harus tersedia
Jumlah Karyawan Jumlah Jamban
1 – 30 orang 1 buah
31 – 60 orang 2 buah
61 – 90 orang 3 buah
Setiap penambahan 30 orang Penambahan 1 buah

16. Kamar mandi
TPM harus dilengkapi dengan kamar mandi dengan air kran mengalir dan saluran air limbah yang memenuhi pedoman plumbing. Jamban kamar mandi harus mencukupi kebutuhan paling sedikit 1 (satu) buah untuk 1-10 orang, dengan penambahan 1 (satu) buah untuk setiap 20 orang. Kamar mandi dianjurkan tanpa bak mandi, tetapi menggunakan shower (pancuran). Sehingga dapat mencegah pertumbuhan larva nyamuk penular penyakit. Kalau ada kamar mandi harus dikuras seminggu sekali.
17. Tempat sampah
Tempat sampah untuk menampung sampah sementara dibuat dari bahan yang kuat, kedap air dan tidak mudah berkarat. Mempunyai tutup dan memakai kantong plastik khusus untuk sisa-sisa bahan makanan dan makanan jadi yang cepat membusuk. Jumlah dan volume tempat sampah disesuaikan dengan produksi sampah pada setiap kegiatan. Sampah harus sudah dibuang dalam waktu 1 x 24 jam dari TPM. Kantong sampah yang telah penuh di tempatkan di tempat yang mudah dijangkau oleh kendaraan pengangkut sampah.
18. Fasilitas penyimpanan pakaian (locker) karyawan
Locker karyawan dibuat dari bahan yang kuat, aman, mudah dibersihkan dan tertutup rapat. Jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan. Locker ditempatkan di ruangan yang terpisah dengan dapur dan gudang. Locker untuk karyawan pria hendaknya terpisah dengan locker karyawan wanita.
B. Pembersihan dan Pemeliharaan
Seluruh bangunan dan ruangan TPM harus selalu terpelihara kebersihannya. Bila ada bagian yang rusak atau tidak berfungsi harus segera diperbaiki atau diganti dengan yang baik.
Ruangan pengolahan makanan harus selalu bersih dan hygienis oleh sebab itu harus ada upaya pembersihan ruangan secara teratur. Tujuan pembersihan ruangan dan bangunan adalah agar ruang kerja layak pakai, yaitu dalam arti bersih, estetis dan hygienis.
1. Prinsip pembersihan ruangan
Pada prinsipnya pembersihan ruangan adalah sebagai berikut :
a. Tersedia sarana pembersih.
b. Mengetahui jenis bahan lantai, dinding, plafon, ventilasi dan karakteristiknya.
c. Menggunakan teknik dan prosedur yang benar dan sesuai dengan tujuannya.
d. Waktu dan frekwensi pencucian/pembersihan.
2. Sarana pencucian/pembersihan ruangan
Sarana yang diperlukan adalah berupa peralatan, air, deterjen, desinfektan dan deodorant. Peralatan kebersihan bisa manual atau mesin. Peralatan mesin tentu lebih efektif daripada manual untuk bidang yang luas, akan tetapi akan sulit untuk bidang kerja yang sempit.
a. Sapu yang digunakan sebagai pembersih debu dan sampah yang agak kecil, mulai dari yang halus sampai yang kasar.
b. Brush (sikat) untuk membersihkan kotoran/noda yang sulit dibersihkan oleh sapu seperti kotoran pada celah atau kotoran yang lengket di lantai, mulai dari bulu, plastik dan logam.
c. Kain pel untuk membersihkan sekaligus mengeringkan lantai dan permukaan yang dibersihkan lainnya, mulai dari kain kasar sampai bahan kanebo (kain campur karet).
d. Monceng yang digunakan untuk membersihkan debu yang menempel pada kaca, meja dan perabotan, mulai dari bulu ayam, sintetis dan bulu palsu.
e. Kain lap yang digunakan untuk melap barang-barang agar bersih dari kotoran dan debu, seperti lap meja, lap tangan, lap piring dan sebagainya.
f. Mesin penghisap debu (vacum cleaner) untuk membersihkan debu pada permadani maupun lantai biasa.
3. Bahan pencuci/pembersih ruangan
Bahan pencuci yang dibutuhkan pada dasarnya sama yaitu untuk melarutkan kotoran yang berupa sabun, deterjen, dan zat pencuci lainnya, untuk membunuh mikroorganisme dan kuman penyakit seperti karbol, Lysol, creolin dan larutan chlor aktif (kaporit), dan deodoran untuk menghilangkan bau seperti zat pengharum ruangan yang biasanya dicampur ke dalam detergen.
Air pencuci bisa dengan air dingin atau air panas sesuai keperluannya. Air panas sangat diperlukan untuk pencuci lantai atau tempat cuci yang macet karena pembekuan lemak sisa pencucian.
4. Mengenal berbagai jenis lantai
a. Ubin semen
Ubin ini terdiri dari kepala basah dan kepala kering, dibuat dari semen Portland dengan atau tanpa bahan pewarna ukurannya bervariasi, tetapi umumnya adalah 20 x 20 Cm.
Sifat-sifat ubin semen:
1). Menghisap zat lain yang tumpah dan masuk ke permukaan sehingga harus segera dibersihkan agar diperoleh ubin yang bersih dan mengkilap.
2). Tidak tahan terhadap asam, sehingga bila kena asam akan rusak dan menjadi kasar serta tidak utuh lagi, misalnya terkena air keras atau air accu, asam sulfat atau makanan yang bersifat asam.
3). Mudah pecah bila terkena goncangan dan tekanan yang berat karena daya tahan ubin rendah.
b. Ubin teraso
Ubin teraso terdiri dari campuran batu karang dan adukan semen putih dengan atau tanpa bahan pewarna. Pemasangannya dilakukan penggosokan pada permukaan lantai sehingga licin dan mengkilap. Ukurannya bervariasi dan biasanya ukuran 20 x 20 Cm.
Sifat-sifat teraso :
1). Permukaan kuat, rata, halus dan mengkilap.
2). Tahan terhadap gesekan dan tekanan.
3). Kalau tersiram air menjadi licin, sehingga cukup membahayakan
4). Menyerap kotoran berminyak sehingga sulit dibersihkan.
c. Ubin beton
Ubin beton disebut juga con block (concreto block) atau block beton. Ukurannya lebih kecil biasanya 20 x 10 Cm. Ubin ini jarang digunakan di dalam ruangan rumah, lebih banyak untuk teras, kebun atau lapangan parkir (carpark).
Sifat-sifat ubin beton :
1). Permukaan kasar dan kuat
2). Menyerap air dan kotoran
3). Tahan terhadap getaran
4). Sulit dibersihkan
d. Ubin keramik dan porselin
Ubin yang dibuat dari tanah kaolin (tanah liat yang berwarna putih) sedangkan keramik dari tanah merah yang ditekan dengan kadar air 5% melalui proses pembakaran suhu tinggi sedemikian rupa sehingga tidak hancur apabila direndam dalam air. Lapisan atas dilapisi glazuur yang kuat dan tahan goresan. Ukurannya bervariasi mulai dari 10 x 10 Cm, 20 x 20 Cm, 30 x 30 Cm, 40 x 40 Cm atau kombinasinya sesuai dengan kebutuhan.
Sifat ubin keramik :
1). Permukaan tahan asam.
2). Tahan terhadap goresan dan tekanan, kecuali kalau pondasinya labil.
3). Tidak menghisap zat lain sehingga mudah dibersihkan, kecuali permukaannya kasar sulit dibersihkan.
4). Dapat pecah atau melengkung bila pemasangannya tidak menempel tepat dan ada udara.
Ubin porselin adalah sejenis dengan keramik, tetapi lebih mudah pecah karena lebih tipis dan hanya digunakan untuk pelapis dinding, misalnya untuk kamar mandi dan dapur.
e. Ubin pualam (marmer)
Ubin pualam adalah ubin yang dibuat dari batu pualam (batu marmer) yang diiris-iris dan dipotong dalam berbagai ukuran yang biasanya ukuran terkecil adalah 20 x 20 Cm.
Lembaran yang telah diiris kemudian digosok dan dihaluskan sehingga licin dengan motif yang bervariasi, seperti motif kayu, motif intan, motif padas, motif cahaya dan lain-lain.
Sifat ubin marmer :
1). Tidak menyerap bahan cair seperti tinta yang mudah dibersihkan tanpa meninggalkan bekas.
2). Bentuk dan ukuran yang tepat dengan sisi tegak lurus, karena terbuat dengan cara memotong dengan mesin.
3). Kekuatannya sangat tergantung dari umur marmer, makin tua makin kuat dan mengkilap.
f. Ubin granit
Ubin granit terbuat dari batu granit yang diolah dengan bahan keramik sehingga teksturnya lebih halus dan kuat. Di pasar dikenal dengan granito atau esenza, ukurannya mulai dari 20 x 20 Cm sampai 60 x 60 Cm sesuai pesanan.
Sifat-sifat ubin granit :
1). Tahan goresan dan benturan.
2). Tidak menyerap cairan dan mudah dibersihkan dengan zat pelarut.
3). Bila kena cairan menjadi licin sehingga harus dijaga tetap kering.
g. Ubin andesit
Yaitu semacam marmer kasar yang dibuat dari batuan andesit yang berasal dari batu gunung.
Sifatnya :
1). Mempunyai pori-pori sehingga dapat menyerap air.
2). Sulit bersihkan.
3). Mudah ditumbuhi oleh jamur atau cendawa.
h. Lantai kayu
Lantai kayu disebut (parket) dipasang pada lantai beton yang diisolasi dengan aspal atau lem yang diplester padat dan rata. Jenisnya bermacam-macam yaitu : ukuran tebal 8-10 mm, 6 – 14 mm atau 20 mm. Ukuran bidang bervariasi mulai dari 5 x 10 cm sampai 20 x 20 cm.
Sifat lantai kayu :
1). Tidak tahan air
2). Menghisap zat lain
3). Sukar dalam pembersihannya.
5. Teknik pencucian dan pembersihan lantai
Teknik pencucian meliputi :
a. Brooming yaitu menyapu untuk mengumpulkan sampah dari sisa-sisa makanan dan sampah kering yang berserakan di lantai.
b. Scraping yaitu mengerik kotoran yang menempel di lantai dan menyumbat saluran
c. Swabing yaitu menggosok lantai dengan kain basah untuk melarutkan kotoran yang melekat di lantai, dinding dan meja kerja. Untuk bahan-bahan yang mengandung lemak dan minyak dapat digunakan air panas atau solvent.
d. Washing yaitu menyabuni lantai dengan detergen dan menggosoknya sampai berbusa.
e. Sanitazing yaitu membunuh bakteri dan hama/kuman yang ada di lantai dengan cara melarutkan bahan kimia desinfektan seperti karbol, Lysol, creolin dan lain-lain atau larutan chlor aktif (kaporit).

Cara pencucian/pembersihan lantai :
Lantai perlu dilakukan pembersihan/pengepelan 2 kali dalam 1 (satu) hari. Sedangkan pencucian dilakukan secara 1 (satu) kali seminggu.
a. Bahan pencucian lantai :
1). Siapkan air pelarut dalam ember
2). Tuangkan zat pembersih (solvent) ke dalam air
3). Tuangkan zat desinfektan
4). Siapkan kain pel kering, basah, sarung tangan karet dan sapu kering
b. Proses pencucian/pembersihan :
1). Sapulah permukaan lantai dan kumpulkan bahan-bahan kotoran di tempat sampah yang tertutup.
2). Bersihkan noda-noda yang melekat di lantai dan keriklah noda-noda tersebut sampai bersih, demikian pula lubang-lubang harus dikorek dan dibersihkan, sudut-sudut lantai harus dikerik dan juga sambungan nat lantai.
3). Gunakan larutan yang telah mengandung detergen untuk mencuci lantai dengan cara digosok sehingga berbuih atau menggunakan mesin penggosok berputar.
4). Dilap dengan kain basah sehingga detergentnya terbawa dan kotoran laarut.
5). Dilap dengan kain basah mengandung zat desinfektan.
6). Dilap dengan lap kering sehingga lantai menjadi bersih
6. Mengenal berbagai jenis dinding
a. Dinding pada umumnya dibagi dalam beberapa type, sebagai berikut :
1). Dinding poros
Yaitu dinding yang dapat mengalirkan udara melalui pori-pori, dinding seperti batako, bata tanpa plester, batu padas, asbes dan gypsum dan dinding beton.
Dinding ini dapat menyerap air sehingga kalau kondisinya lembab dapat ditumbuhi lumut dan jamur. Dinding ini kurang baik untuk dinding dapur karena berpotensi menimbulkan pencemaran. Dinding plesteran semen dengan campuran di atas 1 : 5 termasuk poros.


2). Dinding organik
Dinding organik banyak digunakan di rumah pedesaan jaman dulu. Bahan dinding diawetkan dengan cara merendam dalam air selama lebih kurang 1 (satu) bulan – 1 (satu) tahun, kemudian dikeringkan.
Dinding ini, misalnya dinding anyaman bamboo, anyaman rumput, dinding kayu, papan atau gedek, tanah atau kotoran kerbau
Sifatnya :
a). Tidak kuat dan tembus udara
b). Berongga sehingga menjadi sarang serangga dan hewan kecil
c). Mudah terbakar dan bubukan
d). Sulit dibersihkan
3). Dinding kedap udara
Adalah dinding yang tidak tembus udara, seperti porselin, keramik, marmer atau plesteran semen dengan campuran semennya minimal 1 : 5. Campuran semen yang lebih rendah akan menjadi dinding yang poros.
Sifatnya : kuat, rata, tidak menyerap air dan mudah dibersihkan
b. Cara pembersihan/pencucian dinding :
1). Untuk dinding kedap perlakuan sama dengan lantai.
2). Untuk dinding poros dan organic tidak dapat digosok, cukup dengan menyapu untuk menghilangkan debu, kemudian dilakukan pengecatan ulang agar dinding terlihat lebih bersih. Ada juga dengan cara pelapis dinding dengan kertas putih sehingga menjadi lebih bersih.
7. Mengenal berbagai jenis plafon (langit-langit)
a. Plafon adalah penutup atap agar ruangan terlindung dari pencemaran atap seperti debu, lawa-lawa dan kotoran lainnya. Jenis plafon yang banyak digunakan :
1). Ply wood, tick-wood atau tri-plek.
Yaitu kayu lapis yang dipasangkan pada kerangka plafon dalam berbagai cara dan variasi. Sifatnya kuat terhadap pukulan dan benturan, dapat dibengkokkan dalam batas tertentu, dapat digunakan sebagai penyekat air yang baik, keawetan dapat diatur sesuai dengan penggunaan, tidak tahan terhadap api dan mudah terkelupas.
2). Gipsum
Panel dari bahan semen dan gift yang membentuk lembaran rata dan keras. Sifatnya kaku, rata dan kering. Dapat dibentuk sesuai dengan pesanan.
3). Eternit
Campuran semen dan serat yang dicetak dalam ukuran 1 x 1 m atau 40 x 60 cm. Sifat tahan api, tetapi mudah patah.
4). Hard board
Yaitu papan buatan cetakan serbuk kayu yang rata dan ukuran tertentu. Bagian yang rata mengarah ke ruangan sehingga dapat dibuat mengkilap. Sifatnya tidak tahan terhadap air, cukup kaku, tetapi mudah digigit tikus.
5). Hard paper
Yaitu panel kertas campur semen atau karet dalam bentuk lembaran 40 x 60 cm sesuai permintaan. Sifat : porous, menyerap air dan sulit dibersihkan.
b. Pembersihan plafon :
1). Plafon harus dibersihkan sedikitnya 1 x seminggu untuk membuang lawa-lawa (sarang laba-laba), dengan menggunakan sapu khusus.
2). Dengan menggunakan mesin penyedot debu untuk membersihkan debu/ kotoran.
3). Kotoran atau debu yang masih menempel dapat dilepaskan dengan semburan udara bertekanan.
4). Sebelum plafon dibersihkan semua peralatan harus ditutup lebih dahulu.
8. Peralatan ventilasi
a. Peralatan ventilasi seperti lubang angin, jendela, kipas angin, AC dan perlengkapannya perlu dibersihkan secara tereratur.
1). Exhauster fan
Dibersihkan seminggu sekali dengan larutan pembersih dan dilap kering. Perhatikan agar alat ini sudah terlepas dari aliran listrik.
2). Kipas angin : pembersihan dilakukan sama dengan exhausterfan.
3). Kawat kasa : dibersihkan dengan vacuum cleaner semburan udara bertekanan dan lap basah atau dicuci, kawat kasa harus dipasang secara mudah dibongkar pasang
4. AC : pembersihan AC harus dikeringkan oleh ahli service.
9. Peralatan lain
Cara pembersihannya peralatan lainnya adalah sebagai berikut :
a. Tangga, pegangan pintu/jendela, pipa-pipa dicuci dengan kain atau air dan deterjen/desinfektan, kemudian dikeringkan setiap minggu.
b. Semua permukaan atas meja kerja, kursi dan kakinya dicuci atau dilap dengan air panas, deterjen/desinfektan, dibersihkan setiap selesai dipergunakan.
c. Mesin pengiris/pemotong/penggiling daging, bumbu, cabe. Pertama-tama matikan mesinnya, cabut sambungan listriknya, bongkar dan pisahkan bagian-bagian yang tidak boleh kena air. Rendam bagian yang boleh kena air panas yang diberi deterjen/desinfektan dan tiriskan (keringkan), pembersihan dilakukan setiap selesai dipergunakan.
d. Mesin cuci piring, gelas, sendok dan lain-lain disikat, dilap, dengan kain basah yang diberi desinfektan.
e. Almari, laci, rak-rak dan tempat penyimpanan lainnya. Pertama-tama pindahkan isi almari, laci/rak dicuci dan disikat dengan kain basah yang diberi deterjen/desinfektan, kemudian dikeringkan dengan kain kering, dibersihkan seminggu sekali.
f. Troli (kereta dorong) dan ban berjalan dibersihkan dengan kain basah dengan air, deterjen/desinfektan, kemudian dikeringkan, dilakukan seminggu sekali.
g. Lemari pendingin/pembeku. Pertama-tama matikan kontaknya dengan listrik, setelah bunga es menncair bersihkan dengan kain basah dengan deterjen/ desinfektan, kemudian dikeringkan. Pembersihan dilakukan sebulan sekali, diusahakan pada kondisi makanan hampir habis.
h. Pintu penutup plastik. Dibersihkan dengan kain basah dengan deterjen/ desinfektan, kemudian dikeringkan, setiap hari.
i. Gang di sebelah tempat penyimpanan makanan dibersihkan dengan kain basah yang mengandung deterjen/desinfektan, kemudian dikeringkan seminggu sekali.
j. Tempat cuci tangan, tempat sabun cair, rak handuk dibersihkan setiap hari.
V. Kesimpulan
Tempat pengelolaan makanan memiliki potensi untuk menimbulkan gangguan kesehatan dari makanan yang dihasilkannya, orang yang mengolah makanan, bahan yang diolah dan tempat pengolahan itu sendiri. Untuk meningkatkan kualitas makanan yang dihasilkan, disajikan dan dijual oleh TPM maka pengelola TPM harus mematuhi dan memenuhi persyaratan TPM dan selalu dijaga kebersihannya setiap saat. Persyaratan yang telah dipenuhi masih memerlukan pemeliharaan dan upaya pencucian/pembersihan yang benar sesuai dengan yang seharusnya dan dilakukan secara teratur dan berkesinambungan.

22 November 2008

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN HYGIENE SANITASI MAKANAN

I. PENDAHULUAN
Keamanan makanan merupakan kebutuhan masyarakat, karena makanan yang aman akan melindungi dan mencegah terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan lainnya. Keamanan makanan pada dasarnya adalah upaya hygiene sanitasi makanan, gizi dan safety.
Hygiene Sanitasi Makanan adalah pengendalian terhadap faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya.
Ukuran keamanan makanan akan berbeda satu orang dengan orang lain, atau satu negara dengan negara lain, sesuai dengan budaya dan kondisi masing-masing. Untuk itu perlu ada peraturan yang menetapkan norma dan standar yang harus dipatuhi bersama. Di tingkat internasional dikenal dengan standar codex, yang mengatur standar makanan dalam perdagangan internasional yang disponsori oleh WHO dan FAO.
Di Indonesia dikenal dengan standar dan persyaratan kesehatan untuk makanan. Standar dan persyaratan kesehatan ini didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Berdasarkan TAP MPR No. III/2000, urutan Peraturan Perundangan sebagai berikut : UUD 1945, Tap MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan Peraturan Daerah.
II. TUJUAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Peserta memahami dan mengerti tentang isi peraturan perundang-undangan hygiene sanitasi makanan.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Peserta mengetahui, memahami, mengerti dan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan hygiene sanitasi makanan.

III. RUANG LINGKUP
1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
3. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
4. Kepmenkes Nomor 715 Tahun 2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga
5. Kepmenkes Nomor 1098 Tahun 2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan & Restoran.
6. Kepmenkes Nomor 942 Tahun 2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan.

IV. SUB POKOK BAHASAN
A. Tiga Pilar Tanggung Jawab
WHO merumuskan ada tiga pilar tanggung jawab dalam keamanaan makanan yaitu :
1. Pemerintah yang bertugas dalam :
a. Menyusun standar dan persyaratan, termasuk persyaratan hygiene sanitasi secara nasional.
b. Melakukan penilaian akan terpenuhinya standar dan persyaratan yang teljh
ditetapkan.
c. Memberi penghargaan bagi yang telah mentaati ketentuan dan menghukum bagi yang melanggar ketentuan.
d. Menyediakan informasi dan memberikan penyuluhan dan konsultan atau perbaikan.
e. Menyediakan sarana pelayanan kesehatan baik medis, non medis maupun penunjang.
2. Pengusaha Makanan dan Penanggung Jawab Produksi, berkewajiban :
a. Menyusun standar dan prosedur kerja, cara produksi yang baik dan aman.
b. Mengawasi proses kerja yang menjamin keamanan produk makanan.
c. Menerapkan teknologi pengolahan yang tepat dan efisien.
d. Meningkatkan keterampilan karyawan dan keluarganya dalam cara pengolahan makanan yang hygienis.
e. Mendorong setiap karyawan untuk maju dan berkembang.
f. Membentuk Assosiasi atau Organisasi Profesi Pengusaha Makanan.
3. Masyarakat dan Konsumen khususnya, berkewajiban dalam :
a. Mengolah dan menyediakan makanan di rumah tangga yang aman.
b. Memilih dan menggunakan sarana tempat pengolahan makanan yang telah memenuhi syarat hygiene sanitasi makanan (laik hygiene sanitasi).
c. Memilih dan menggunakan makanan yang bebas dari bahan berbahaya bagi kesehatan seperti pewarna tekstil, borax, formalin, makanan yang sudah rusak atau kadaluwarsa.
d. Menyuluh anggota keluarga untuk mengkonsumsi makanan yang aman.
e. Melaporkan bila mengetahui terjadi kasus keamanan makanan seperti makanan yang tidak laik, keracunan makanan atau gangguan kesehatan lainnya akibat makanan.
f. Membentuk organisasi konsumen untuk membantu pemerintah dalam menilai makanan yang beredar.
B. Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku
1. Undang-undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Ps. 21 mengatur tentang Pengamanan Makanan dan Minuman).
3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Bab II pasal 4, 5, 6, 7, 8, 9 mengatur tentang Sanitasi Pangan dan pasal 10 s/d 12 tentang Bahan Tambahan Pangan).
4. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
5. Undang-undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
6. Permenkes Nomor 329/Menkes/Per/X/1976 tentang Produksi dan Peredaran Makanan.
7. Permenkes Nomor 330/Menkes/Per/X/1976 tentang Wajib Daftar Makanan.
8. Permenkes Nomor 79/Menkes/Per/III/1978 tentang Label dan Periklanan Makanan.
9. Permenkes Nomor 180/Menkes/Per/VI/1985 tentang Makanan Kedaluwarsa
10. Permenkes Nomor 826/Menkes/Per/XII/1987 tentang Makanan Iradiasi.
11. Permenkes Nomor 722/Menkes/Per/IV/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan.
12. Permenkes Nomor 180/Menkes/Per/VI/1985 tentang Makanan Kedaluwarsa
13. Kepmenkes Nomor 715 Tahun 2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga
14. Kepmenkes Nomor 1098 Tahun 2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan & Restoran.
15. Kepmenkes Nomor 942 Tahun 2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan.
16. Peraturan Daerah Propinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, SK Gubernur, SK. Bupati/Walikota di seluruh Indonesia.

C. Pokok – Pokok Penting Dalam Pengaturan
1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
a. Ps. 1 butir 1
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
b. Ps. 4
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal
c. Ps. 6
Pemerintah bertugas mengatur, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan
d. Ps. 10
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.



e. Pasal 21 Pengamanan makanan dan minuman
1). Pengamanan makanan dan minuman diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan mengenai standar dan atau persyaratan kesehatan.
2). Setiap makanan dan minuman yang dikemas, wajib diberi tanda atau label yang berisi :
a) Bahan yang dipakai
b) Komposisi setiap bahan
c) Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa
d) Ketentuan lainnya
3). Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar dan atau persyaratan kesehatan dan atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4). Ketentuan mengenai pengamanan makanan dan minuman ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
f. Pasal 22. Kesehatan Lingkungan
(4). Setiap tempat atau sarana pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan.
g. Sanksi Hukum
1). Pasal 80 ayat (4) - a
Mengedarkan makanan dan minuman yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan kesehatan dipidana penjara 15 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 300.000.000,-
2). Pasal 84 ayat (2)
Menyelenggarakan tempat atau sarana pelayanan umum yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan atau tidak memiliki izin dipidana penjara 1 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,-
3). Pasal 85
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ps. 80 adalah Kejahatan.
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ps. 84 adalah pelanggaran.
h. Intisari dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
ü Makanan yang diperjual belikan harus memenuhi ketentuan standar dan persyaratan kesehatan termasuk persyaratan kebersihan dan sanitasi, yaitu tidak tercemar kotoran, jasad renik dan bahan yang berbahaya.
ü Makanan yang tidak memenuhi standar dan persyaratan kesehatan harus dilarang diedarkan, ditarik dari peredaran dan dimusnahkan.
ü Pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang ini dikenakan sanksi penjara dan atau denda.
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
a. Ketentuan Umum
Pasal 1
butir (a) :
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi komsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan dan minuman.
Butir (b) :
Sanitasi pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan pathogen dalam makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia.
b. Sanitasi Pangan
Pasal 4
Pemerintah menetapkan persyaratan sanitasi dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan.
Pasal 5
Sarana dan atau prasarana yang digunakan dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi
Pasal 6
Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan wajib :
1). Memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan dan atau keselamatan manusia.
2). Menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala.
3). Menyelenggarakan pengawasan dan pemantauan persyaratan sanitasi.
Pasal 7
Orang perseorangan yang menangani secara langsung dan atau berada langsung dalam lingkungan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi.
Pasal 8
Setiap orang dilarang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
c. Bahan Tambahan Pangan
Pasal 10
(1). Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan dilarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan.
(2). Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
d. Sanksi hukum
Pasal 55 dan 56
Pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang ini karena :
1). Dengan sengaja : dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,-
2). Karena kelalaiannya : dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 120.000.000,-
Pasal 57
Pidana dalam pasal 55 dan 56 ditambah seperempat apabila menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia atau ditambah sepertiga apabila menimbulkan kematian.
e. Intisari dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 :
ü Pangan termasuk makanan dan bahan makanan, baik yang siap dimakan maupun yang perlu pengolahan lebih lanjut.
ü Proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi.
ü Dalam pengolahan pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun yang dinyatakan dilarang atau bahan tambahan pangan yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan.
ü Pelanggaran dapat dikenakan sanksi hukum baik penjara maupun denda.
3. Permenkes Nomor 329/Menkes/Per/VI/1976 tentang Produksi dan Peredaran Makanan
a. Pasal 1 butir (1)
Makanan adalah barang yang digunakan sebagai makanan atau minuman manusia, termasuk permen karet dan sejenisnya akan tetapi bukan obat.
b. Pasal 2
Makanan yang diproduksi dan diedarkan di wilayah Indonesia harus memenuhi syarat-syarat keselamatan, kesehatan, standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri untuk tiap jenis makanan.
c. Pasal 4
Makanan tertentu yang ditetapkan oleh Menteri sebelum diproduksi diimport dan atau diedarkan harus didaftarkan pada Departemen Kesehatan Republik Indonesia.


4. Permenkes Nomor 330/Menkes/Per/XII/1976 tentang Wajib Daftar Makanan
a. Pasal 2
Makanan yang wajib didaftarkan adalah makanan terolah baik produksi dalam negeri maupun berasal dari import, yang :
a) Diproduksi, disimpan dan diedarkan dengan nama dagang atau merk perusahaan.
b) Menggunakan wadah atau bungkus dan label.
c) Diproses oleh perusahaan.
b. Pasal 3
Pendaftaran dilakukan oleh :
a) Pengusaha yang memproduksi makanan.
b) Pengusaha yang melakukan pembungkusan kembali.
c) Importir makanan yang sah menurut hukum Indonesia.
c. Pasal 4
Yang dibebaskan dari pendaftaran adalah :
a). Makanan terolah yang diproduksi oleh perorangan secara tradisionil dalam lingkungan keluarga yang :
ü Tidak menggunakan merk atau label.
ü Peredarannya terbatas
b). Makanan terolah import yang :
ü Sebagai sumbangan kepada Pemerintah dari Badan Badan Internasional.
ü Sumbangan kepada Lembaga Sosial
ü Jumlahnya kecil untuk : - pendaftaran
- ilmu pengetahuan
- hadiah untuk konsumsi sendiri





5. Kepmenkes Nomor 715/Menkes/SK/V/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga
a. Ketentuan umum
Pasal 1
Jasaboga adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan.
Hygiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mngendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
b. Penggolongan
Pasal 2
(1) Berdasarkan luas jangkauan pelayanan dan kemungkinan besarnya risiko yang dilayani, jasaboga dikelompokkan dalam golongan A, golongan B, dan golongan C.
(2) Jasaboga golongan A, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, yang terdiri atas golongan A1, A2, dan A3.
(3) Jasaboga golongan B, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan khusus untuk:
a. Asrama penampungan jemaah haji;
b. Asrama transito atau asrama lainnya;
c. Perusahaan;
d. Pengeboran lepas pantai;
e. Angkutan umum dalam negeri, dan
f. Sarana Pelayanan Kesehatan.
(4) Jasaboga golongan C, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan untuk alat angkutan umum internasional dan pesawat udara.
c. Laik Hygiene Sanitasi
Pasal 3
(1) Setiap jasaboga harus memiliki izin usaha dari Pemerintah Daerah Kabupaten /Kota sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Untuk memiliki izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Jasaboga harus memiliki sertifikat hygiene sanitasi yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pasal 4
(1) Setiap usaha jasaboga harus mempekerjakan seorang penanggung jawab yang mempunyai pengetahuan hygiene sanitasi makanan dan memiliki sertifikat hygiene sanitasi makanan.
(2) Sertifikat hygiene sanitasi makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari institusi penyelenggara kursus sesuai dengan perundang undangan yang berlaku.
Pasal 5
(1) Tenaga penjamah makanan yang bekerja pada usaha jasaboga harus berbadan sehat dan tidak menderita penyakit menular.
(2) Penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan pemeriksaan kesehatannya secara berkala minimal 2 (dua) kali dalam satu tahun.
(3) Penjamah makanan wajib memiliki sertifikat kursus penjamah makanan.
(4) Sertifikat kursus penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperoleh dari institusi penyelenggara kursus sesuai dengan perundang undangan yang berlaku.
Pasal 6
Pengusaha dan/atau penanggung jawab jasaboga wajib menyelenggarakan jasaboga yang memenuhi syarat hygiene sanitasi sebagaimana ditetapkan dalam keputusan ini.
Pasal 7
Penanggung jawab jasa boga yang menerima laporan atau mengetahui adanya kejadian keracunan atau kematian yang diduga berasal dari makanan yang diproduksinya wajib melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat guna dilakukan langkah-langkah penanggulangan.

d. Persyaratan Hygiene Sanitasi
Pasal 8
(1) Lokasi dan bangunan jasaboga harus sesuai dengan ketentuan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan ini.

Pasal 9
(1) Pengelolaan makanan yang dilakukan oleh jasaboga harus memenuhi Persyaratan Hygiene Sanitasi pengolahan, penyimpanan dan pengangkutan.
(2) Setiap pengelolaan makanan yang dilakukan oleh jasaboga harus memenuhi persyaratan teknis pengolahan makanan.
(3) Peralatan yang digunakan untuk pengolahan dan penyajian makanan harus tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan secara langsung atau tidak langsung.
(4) Penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi harus memenuhi persyaratan Hygiene Sanitasi penyimpanan makanan.
(5) Pengangkutan makanan harus memenuhi persyaratan teknis Hygiene Sanitasi Pengangkutan makanan.



e. Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 10
(1) Pembinaan teknis penyelenggaraan jasaboga dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
(2) Dalam rangka pembinaan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengikut sertakan Asosiasi Jasaboga, organisasi profesi dan instansi terkait lainnya.
Pasal 11
(1) Pengawasan pelaksanaan Keputusan ini dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.
(2) Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan secara fungsional melaksanakan pengawasan jasaboga yang berlokasi didalam wilayah pelabuhan.
Pasal 12
(1) Dalam hal kejadian luar biasa (wabah) dan/atau kejadian keracunan makanan Pemerintah mengambil langkah-langkah penanggulangan seperlunya.
(2) Langkah penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pengambilan sample dan spesimen yang diperlukan, kegiatan investigasi dan kegiatan surveilan lainnya.
(3) Pemeriksaan sample dan spesimen jasaboga dilakukan di laboratorium.
f. Sanksi
Pasal 13
(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif terhadap jasaboga yang melakukan pelanggaran atas Keputusan ini.
(2) Sangsi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran lisan, terguran tertulis, sampai dengan pencabutan sertifikat hygiene sanitasi jasaboga.

6. Permenkes Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan yang diizinkan untuk Makanan.
a. Pengertian
Pasal 1
Bahan tambahan makanan (BTM) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingridien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyajian atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Pasal 10
Bahan tambahan yang diimport harus disertai dengan sertifikat analisis dari produsennya di negara asal.
b. Pelabelan
Pasal 13
Selain label bahan tambahan makanan harus memenuhi ketentuan Permenkes RI tentang Label dan Periklanan Makanan, pada label bahan tambahan makanan harus tercantum :
a. Tulisan : “Bahan Tambahan Makanan” atau “Food Additive”;
b. Nama bahan tambahan makanan, khusus untuk pewarna dicantumkan pula nomor indeksnya;
c. Nama golongan bahan tambahan makanan;
d. Nomor pendaftaran produsen;
e. Nomor produk untuk bahan tambahan makanan yang harus didaftarkan.
c. Larangan
Pasal 26
Dilarang menggunakan bahan tambahan makanan melampaui batas maksimum penggunaan yang ditetapkan untuk masing-masing makanan yang bersangkutan.
d. Sanksi Hukum
Pasal 29
Pelanggaran terhadap ketentuan lainnya pada peraturan ini dapat dikenakan tindakan administratif dan atau tindakan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.





7. Kepmenkes Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan
a. Ketentuan umum
Pasal 1
1. Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel.
2. Penanganan makanan jajanan adalah kegiatan yang meliputi pengadaan, penerimaan bahan makanan, pencucian, peracikan, pembuatan, pengubahan bentuk, pewadahan, penyimpanan, pengangkutan, penyajian makanan atau minuman.

b. Penjamah Makanan
Pasal 2
(1). Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain :
a. Tidak menderita penyakit yang mudah menular misalnya batuk, pilek, influenza, diare dan penyakit perut serta penyakit sejenisnya;
b. Menutup luka (pada luka terbuuka/bisul atau luka lainnya);
c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian;
d. Memakai celemek dan tutup kepala;
e. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
f. Menjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan atau dengan alas tangan;
g. Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telingan, hidung, mulut atau bagian lainnya);
h. Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung.
c. Sentra Pedagang
Pasal 3
(1) Untuk meningkatkan mutu dan hygiene sanitasi makanan jajanan, dapat ditetapkan lokasi tertentu sebagai sentra pedagang makanan jajanan.
(2) Sentra pedagang makanan jajanan sebagaimana dimaksud ayat (1) lokasinya harus cukup jauh dari sumber pencemaran atau dapat menimbulkan pencemaran makanan jajanan seperti pembuangan sampah terbuka, tempat pengolahan limbah, rumah potong hewan, jalan yang ramai dengan arus kecepatan tinggi.
(3) Sentra pedagang makanan jajanan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi meliputi
a. Air bersih;
b. Tempat penampungan sampah;
c. Saluran pembuangan air limbah;
d. Jamban dan peturasan;
e. Fasilitas pengendalian lalat dan tikus;
(4) Penentuan lokasi sentra pedagang makanan jajanan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ikota.
8. Permenkes Nomor 826/Menkes/Per/XII/1987 tentang Makanan Iradiasi
1). Makanan iradiasi adalah setiap makanan yang dikenakan sinar atau radiasi ionisasi tanpa memandang sumber atau jangka waktu iradiasi ataupun sifat energi yang digunakan.
2). Label makanan harus mencantumkan logo iradiasi dan tulisan “Makanan Iradiasi” dengan tujuan iradiasi seperti :
a. Bebas serangga
b. Masa simpan diperpanjang
c. Bebas bakteri pathogen
d. Pertunasan dihambat.
9. Kepmenkes Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran
a. Pengertian
Pasal 1
1. Rumah makan adalah setiap tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya.
2. Restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan yang permanen dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya.
b. Penyelenggaraan
Pasal 2
(1) Setiap rumah makan dan restoran harus memiliki izin usaha dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Untuk memiliki izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rumah makan dan restoran harus memiliki sertifikat laik hygiene sanitasi rumah makan dan restoran yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pasal 3
Setiap usaha rumah makan dan restoran harus mempekerjakan seorang penanggung jawab yang mempunyai pengetahuan hygiene sanitasi makanan dan memiliki sertifikat hygiene sanitasi makanan.
Pasal 4
(1). Tenaga penjamah makanan yang bekerja pada usaha rumah makan dan restoran harus berbadan sehat dan tidak menderita penyakit menular.
(2). Penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan pemeriksaan kesehatannya secara berkala minimal 2 kali dalam 1 tahun.
(3). Penjamah makanan wajib memiliki Sertifikat Kursus Penjamah makanan.
c. Penetapan Tingkat Mutu
Pasal 7
(1) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pengujian mutu makanan dan spesimen terhadap rumah makan dan restoran
(2) Pengujian mutu makanan serta spesimen dari rumah makan dan restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikerjakan oleh tenaga Sanitarian.
(3) Hasil pengujian mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dasar penetapan tingkat mutu hygiene sanitasi rumah makan dan restoran.

Pasal 8
Pemeriksaan contoh makanan dan specimen dari rumah makan dan restoran dilakukan di laboratorium.
d. Sanksi
Pasal 13
(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administrasi terhadap rumah makan dan restoran yang melakukan pelanggaran atas keputusan ini.
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, sampai dengan pencabutan sertifikat laik hygiene sanitasi rumah makan dan restoran.
10. Tata Cara Pemeriksaan Contoh Makanan dan Specimen diatur sebagai berikut:
a. Jenis Sampel dan Specimen
1). Makanan
2). Air
3). Usap alat makan dan masak
4). Bahan makanan
5). Contoh lainnya
b. Laboratorium Pemeriksa ;
1). Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) di seluruh Propinsi.
2). Balai Besar Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) di seluruh Propinsi.
3). Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan (PPOM) di Jakarta.
4). Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) di 10 Propinsi.
5). Laboratorium Puslit Penyakit Menular dan Puslit Farmasi di Jakarta.
6). Laboratorium lainnya yang telah terakreditasi.
c. Biaya Pemeriksaan
1). Pemeriksaan rutin menjadi tanggung jawab Pengusaha.
2). Pemeriksaan uji petik menjadi tanggung jawab Pemerintah.

d. Bank Sampel
Tiap memproduksi makanan harus menyimpan 1 paket contoh makanan (menu lengkap) untuk disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4oC selama 24 jam. Sampel ini berguna untuk memudahkan pengecekan bila terjadi kasus keracunan atau gangguan kesehatan bawaan makanan. Sampel ini boleh dibuang setelah lebih dari 24 jam.
11. Peraturan Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota
a. Untuk operasionalisasi dari Peraturan Perundangan Nasional dilakukan Penetapan Peraturan Daerah berupa :
1). Perda Propinsi
2). SK Gubernur
3). SK Kepala Dinas Propinsi
4). Perda Kabupaten/Kota
5). SK Bupati/Walikota
6). SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
b. Keputusan dalam Perda Propinsi dan atau Kabupaten/Kota meliputi :
1). Tenaga pelaksana pengawasan.
2). Frekuensi pengawasan
3). Biaya pengawasan
4). Ketentuan operasional lainnya, sesuai kebutuhan lokal.
15. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999
Pasal 7
Kewenangan Daerah mencakup kewenangan seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama serta kewenangan bidang lain.
16. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000
Pasal2
Kewenangan bidang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan social secara makro dan perimbangan keuangan, system administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, korsenvasi dan standarisasi nasional.
(1). Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelompokkan dalam bidang sebagai berikut :
10. Bidang kesehatan
h. Penerapan persyaratan pengguna bahan tambahan (zat aditif tertentu untuk makanan dan penetapan pengawasan peredaran makanan).
j. Surveilan epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa.
V. KESIMPULAN
1. Keamanan Pangan merupakan tanggung jawab semua pihak yaitu pengusaha, penjamah/tukang masak, pemerintah termasuk petugas kesehatan dan masyarakat sebagai konsumen.
2. Pengusaha dan Penjamah Makanan harus menjalankan persyaratan hygiene sanitasi pada tempat dan bangunan, peralatan, kesehatan pribadi, kebersihan badan dan perilaku serta bahan makanan dan penanganan makanan jadi.
3. Ketidak layakan dalam Pengolahan Makanan dapat berakibat gangguan kesehatan seperti muntah, diare, sakit perut atau bahkan dapat menimbulkan keracunan makanan.
4. Pengetahuan Hygiene sanitasi makanan perlu diketahui semua orang dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi para penjamah makanan di tempat pengelolaan makanan dan di rumah tangga.
5. Kursus Penjamah Makanan dapat diselenggarakan oleh pengusaha bekerjasama dengan instansi kesehatan setempat, agar pengetahuan hygiene sanitasi makanan lebih menyebar dan dipahami banyak orang
6. Pengusaha wajib menyimpan sample makanan untuk setiap menu yang diolah dalam lemari es suhu 4oC selama minimal 1 x 24 jam.
7. Pembiayaan untuk keperluan pemeriksaan sample wajib disediakan oleh pengusaha.
8. Pelanggaran dari Peraturan Perundangan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dapat berakibat hukuman penjara atau denda, diminta masyarakat untuk tidak melanggar demi kepentingan bersama.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. CV. Mini Jaya Abadi : Peraturan Pemerintah RI. Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Kepada Propinsi sebagai Daerah Otonom, Jakarta, 2000.
2. Undang-undang Otonomi Daerah, Bintang Cemerlang, Jakarta, 1999.
3. Departemen Kesehatan, Kumpulan Peraturan Menteri Kesehatan RI, Jakarta 1999.
4. Forum Komunikasi Pangan Indonesia, Undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Jakarta 1997.
5. Dep. Kes. RI, Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Jakarta 1992.
6. Dep. Kes. RI, Peraturan Menteri Kesehatan No. 715/Menkes/SK/V/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga, Dep. Kes. RI, Jakarta, 2003.
Custom Search